jelajahhijau.com Kualitas udara menjadi isu penting di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Berau. Ketua DPRD Berau, Dedy Okto Nooryanto, menegaskan bahwa pembangunan kota tidak boleh hanya fokus pada infrastruktur fisik, tetapi juga harus memperhatikan keseimbangan lingkungan.
Menurutnya, penghijauan kota adalah langkah sederhana namun berdampak besar dalam menjaga udara tetap bersih. Dedy meminta pemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) agar secara rutin melakukan penanaman pohon, terutama di jalur protokol yang padat kendaraan.
Menata Kota Lewat Ruang Hijau
Dedy menilai bahwa jalur utama seperti Tanjung Redeb, yang menjadi pusat aktivitas warga, kini sudah mulai tertata. Namun, masih ada ruang besar untuk mempercantik kawasan tersebut dengan deretan pohon peneduh.
“Pohon bukan hanya memperindah, tetapi juga menyerap polusi dari kendaraan. Jalur protokol seharusnya menjadi wajah kota yang hijau dan nyaman,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa vegetasi hijau di pinggir jalan dapat mengurangi suhu udara di sekitar kota. Dengan cuaca tropis yang semakin panas, keberadaan pohon menjadi kebutuhan, bukan sekadar pelengkap estetika.
Bagi Dedy, menanam pohon sama pentingnya dengan membangun jalan. Infrastruktur tanpa ruang hijau ibarat tubuh tanpa paru-paru. Udara bersih yang dihasilkan dari pepohonan membantu menjaga kesehatan masyarakat sekaligus memperpanjang umur kota.
Pemetaan Kawasan Minim Penghijauan
Sebagai langkah konkret, Dedy meminta agar DLHK Berau melakukan pemetaan kawasan minim penghijauan. Dengan data tersebut, pemerintah bisa menentukan titik prioritas untuk penanaman pohon.
Ia menyoroti bahwa banyak proyek pembangunan baru seperti pelebaran jalan dan perbaikan drainase sering kali tidak diikuti dengan kegiatan penghijauan ulang. Hal ini membuat beberapa wilayah tampak kering dan gersang.
“Kita sudah punya banyak jalan baru dan area publik yang luas. Tapi sayang, belum diimbangi dengan penghijauan yang memadai. Padahal, pohon bisa memberi manfaat ekologis jangka panjang,” tegasnya.
Fungsi Ekologis yang Vital
Dalam pandangan Dedy, peran pohon lebih luas daripada sekadar peneduh jalan. Ia menekankan bahwa pepohonan memiliki fungsi ekologis yang vital: menyerap air hujan, menahan erosi, mengurangi karbon dioksida, dan menghasilkan oksigen.
“Pohon bukan hanya menahan air, tapi juga membuat kota hidup. Mereka menjaga kelembapan tanah, menstabilkan suhu udara, dan menjadi rumah bagi burung serta serangga penyerbuk,” jelasnya.
Kehadiran pohon di jalur utama juga bisa menjadi pelindung alami dari paparan langsung sinar matahari bagi pengguna jalan, pengendara motor, hingga pejalan kaki. Di sisi lain, jalur hijau menambah daya tarik visual kota, terutama bagi wisatawan yang berkunjung.
Perawatan Lebih Penting dari Sekadar Menanam
Dedy menekankan bahwa penanaman pohon hanyalah langkah awal. Yang tak kalah penting adalah program perawatan berkelanjutan agar tanaman tumbuh dengan baik dan tidak mati di tahun pertama.
Ia mengingatkan bahwa banyak program penghijauan gagal karena kurangnya pemeliharaan. “Sering kali setelah ditanam, pohon dibiarkan begitu saja. Akibatnya mati kekeringan atau tumbang karena akar belum kuat,” ujarnya.
Untuk itu, DPRD mendorong agar setiap kegiatan penghijauan disertai anggaran khusus untuk perawatan minimal tiga tahun. Termasuk penyiraman, pemangkasan cabang, serta penggantian pohon yang rusak.
Dedy juga menyarankan melibatkan warga sekitar melalui program adopsi pohon. Dengan cara ini, masyarakat bisa ikut bertanggung jawab menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan di lingkungannya sendiri.
Sinergi Pemerintah dan Masyarakat
Menurut Dedy, menjaga keasrian kota bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga bagian dari tanggung jawab sosial seluruh warga. Ia mengajak berbagai pihak, termasuk pelaku usaha, komunitas pecinta alam, dan pelajar, untuk ikut serta dalam gerakan menanam pohon.
“Pemerintah bisa menyiapkan lahan, tapi masyarakat harus ikut berpartisipasi. Jika semua bergerak bersama, hasilnya akan jauh lebih besar,” katanya.
Ia percaya bahwa kesadaran kolektif menjadi kunci utama keberhasilan penghijauan. Ketika masyarakat merasa memiliki kota mereka, maka menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan akan menjadi kebiasaan, bukan paksaan.
Menuju Kota Hijau dan Sehat
Pemerintah Kabupaten Berau sendiri tengah berupaya memperluas ruang terbuka hijau (RTH) di berbagai kawasan. Pembangunan taman kota, jalur hijau di median jalan, dan revitalisasi taman lingkungan menjadi bagian dari rencana besar menuju “Berau Hijau 2030”.
DLHK berkomitmen menambah jumlah pohon peneduh dengan prioritas di kawasan padat kendaraan. Selain itu, beberapa sekolah dan perkantoran akan dijadikan pilot project penghijauan terpadu dengan melibatkan siswa dan pegawai sebagai pelaksana.
Menurut data internal pemerintah daerah, sekitar 30 persen wilayah perkotaan di Berau masih memiliki ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan untuk penghijauan. Angka ini menjadi peluang besar untuk memperbaiki kualitas udara sekaligus mempercantik wajah kota.
Harapan untuk Masa Depan
Dedy menutup pernyataannya dengan pesan reflektif. Ia mengingatkan bahwa menanam pohon bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk generasi mendatang.
“Kita mungkin tidak langsung menikmati hasilnya, tapi anak cucu kita akan merasakan manfaatnya. Menjaga lingkungan berarti menjaga kehidupan,” ujarnya.
Gerakan penghijauan di jalur protokol menjadi simbol perubahan cara pandang terhadap pembangunan kota. Bukan lagi soal beton dan aspal semata, tetapi tentang keseimbangan antara kemajuan dan alam.
Dengan dukungan semua pihak, Berau diharapkan bisa tumbuh menjadi kota yang bersih, rindang, dan sehat — tempat di mana pembangunan dan alam berjalan beriringan dalam harmoni.

Cek Juga Artikel Dari Platform medianews.web.id
