jelajahhijau.com Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat adanya peningkatan Harga Patokan Ekspor (HPE) untuk komoditas konsentrat tembaga. Kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan global terhadap bahan baku logam tersebut, terutama untuk industri energi terbarukan, kendaraan listrik, dan perangkat elektronik.
Menurut data Kemendag, nilai HPE konsentrat tembaga dengan kadar Cu ≥ 15 persen mengalami peningkatan signifikan dibanding periode sebelumnya. Harga rata-rata tercatat sebesar 5.462,14 dolar AS per Wet Metric Ton (WMT) atau naik sekitar 15 persen dibandingkan periode sebelumnya yang berada di kisaran 4.745,52 dolar AS per WMT.
Permintaan Global Dorong Harga Tembaga Naik
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Tommy Andana, menjelaskan bahwa lonjakan harga tembaga disebabkan oleh permintaan global yang terus meningkat. Kebutuhan logam ini semakin tinggi karena banyak negara mulai mempercepat transisi menuju energi hijau dan industri rendah karbon.
“Tembaga kini menjadi salah satu komoditas paling penting di dunia karena perannya dalam industri energi bersih. Permintaan tinggi berasal dari sektor kendaraan listrik, panel surya, hingga sistem penyimpanan energi,” ujar Tommy.
Ia menambahkan, transisi energi global telah mendorong kebutuhan tembaga sebagai bahan utama dalam sistem kelistrikan berteknologi tinggi. Sebagai penghantar listrik yang efisien, tembaga sangat dibutuhkan dalam produksi baterai, kabel transmisi, hingga komponen elektronik pada kendaraan listrik.
Faktor Pasokan dan Fluktuasi Nilai Tukar
Selain meningkatnya permintaan, gangguan pasokan global juga turut memicu kenaikan harga. Beberapa tambang besar di dunia mengalami penurunan produksi akibat faktor cuaca ekstrem, kendala teknis, dan kebijakan ekspor dari negara produsen utama.
Tommy menjelaskan bahwa gangguan ini membuat jumlah pasokan di pasar internasional menjadi lebih terbatas. “Produksi tembaga di sejumlah negara penghasil menurun karena faktor teknis dan geologis. Hal ini berdampak langsung pada peningkatan harga di pasar global,” tuturnya.
Faktor lain yang berpengaruh adalah fluktuasi nilai tukar dolar AS terhadap berbagai mata uang utama dunia. Nilai tukar yang tidak stabil membuat pergerakan harga komoditas semakin tajam. Ketika dolar menguat, harga logam dalam satuan dolar cenderung naik karena biaya transaksi dan transportasi meningkat.
Harga Logam Mulia Ikut Menguat
Kenaikan harga tidak hanya terjadi pada tembaga. Dalam periode yang sama, harga logam mulia lainnya seperti emas dan perak juga mengalami peningkatan cukup signifikan. Data menunjukkan, harga emas naik hampir 19 persen, sedangkan perak meningkat lebih dari 27 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Tommy menyebutkan bahwa peningkatan harga logam mulia terjadi karena minat investor terhadap aset lindung nilai (safe haven) meningkat di tengah ketidakpastian ekonomi global. “Investor cenderung beralih ke logam mulia seperti emas, perak, dan tembaga sebagai bentuk perlindungan dari risiko inflasi dan gejolak geopolitik,” ujarnya.
Kondisi ini membuat harga komoditas logam di bursa internasional ikut melonjak, yang kemudian berdampak pada penyesuaian HPE di dalam negeri.
Peran Tembaga dalam Ekonomi Hijau
Permintaan terhadap tembaga meningkat pesat karena logam ini berperan penting dalam mendukung dekarbonisasi industri. Dalam sistem energi terbarukan, tembaga digunakan pada turbin angin, sistem transmisi tenaga surya, serta berbagai infrastruktur kelistrikan pintar (smart grid).
Industri otomotif juga menjadi penyumbang besar dalam lonjakan permintaan. Produksi kendaraan listrik (EV) memerlukan tembaga dalam jumlah lebih banyak dibanding kendaraan konvensional. Setiap mobil listrik rata-rata membutuhkan hingga 80 kilogram tembaga untuk baterai, motor, dan sistem pengisian daya.
“Peralihan global ke arah energi bersih menjadikan tembaga sebagai komoditas strategis. Negara-negara produsen seperti Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat posisi dalam rantai pasok global,” tambah Tommy.
Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Komoditas
Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa penetapan HPE dilakukan secara transparan dan berbasis data pasar global. Regulasi mengenai penyesuaian harga dituangkan dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) tentang HPE atas produk pertambangan yang dikenakan bea keluar.
Penetapan ini menjadi acuan bagi eksportir dalam menghitung nilai ekspor komoditas tambang, termasuk tembaga, nikel, dan bauksit. Dengan adanya kebijakan HPE, pemerintah berharap nilai ekspor tetap kompetitif sekaligus memberikan penerimaan negara yang optimal.
Selain menetapkan HPE, pemerintah juga mendorong pengolahan komoditas tambang di dalam negeri. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan membuka peluang investasi baru di sektor hilir pertambangan. Dengan memperkuat industri pemurnian (smelter), Indonesia dapat mengurangi ketergantungan terhadap ekspor bahan mentah.
Prospek Industri Tembaga Indonesia
Indonesia memiliki potensi besar dalam industri tembaga. Sejumlah perusahaan tambang nasional telah mengembangkan proyek pengolahan mineral untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Pembangunan smelter baru di berbagai wilayah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menciptakan rantai pasok industri tembaga yang berkelanjutan.
Menurut Kemendag, kenaikan HPE juga mencerminkan peluang besar bagi pelaku usaha untuk memperluas pasar. Namun demikian, stabilitas harga perlu dijaga agar ekspor tetap berjalan tanpa hambatan dan industri domestik tidak terbebani.
“Pemerintah akan terus mengawasi pergerakan harga global dan menyesuaikan kebijakan agar tetap seimbang antara kepentingan nasional dan kelangsungan bisnis,” kata Tommy.
Penutup: Momentum Penguatan Ekonomi Hijau
Kenaikan HPE konsentrat tembaga menjadi indikator penting dari meningkatnya aktivitas ekonomi global yang berorientasi pada transisi energi bersih. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil tembaga memiliki peluang besar untuk mengambil peran strategis dalam rantai pasok industri hijau dunia.
Dengan pengelolaan yang tepat, kebijakan ekspor yang adaptif, serta dukungan terhadap hilirisasi, industri tembaga nasional tidak hanya memperkuat perekonomian tetapi juga berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan.
Langkah Kemendag dalam menyesuaikan HPE sesuai dinamika pasar global membuktikan bahwa Indonesia siap menghadapi perubahan tren ekonomi dunia—di mana logam seperti tembaga bukan hanya komoditas tambang, tetapi fondasi penting menuju masa depan energi hijau.

Cek Juga Artikel Dari Platform georgegordonfirstnation.com
