jelajahhijau.com Di pesisir Jakarta Utara, khususnya wilayah Cilincing, hidup sebuah komunitas yang dikenal sebagai Kampung Kerang. Nama itu bukan tanpa alasan. Selama bertahun-tahun, sebagian besar warga menggantungkan hidup dari kerang hijau — mulai dari memelihara, mencari, hingga mengupasnya untuk dijual ke pasar. Kerang bagi mereka bukan hanya makanan, melainkan sumber penghasilan utama dan bagian dari identitas budaya.
Namun di balik kehidupan yang terlihat sederhana itu, terhampar kenyataan yang mengkhawatirkan: kerang hijau di wilayah tersebut bisa menjadi ancaman kesehatan. Tumpukan cangkang yang menjulang tinggi di pesisir, seperti daratan baru, menjadi bukti betapa besar aktivitas kerang di sana. Selama generasi demi generasi, warga hidup berdampingan dengan hasil laut tersebut tanpa menyadari bahwa kondisi lingkungan yang tercemar justru menjadikan kerang sebagai penyalur zat berbahaya.
Kerang Hijau: Rezeki Laut yang Punya Sisi Gelap
Kerang hijau (Perna viridis) adalah biota air yang hidup dengan cara menyaring air laut untuk mendapatkan makanan. Karakteristik ini membuat kerang rentan mengakumulasi logam berat, bakteri, hingga polutan berbahaya yang terdapat di air. Jika habitat terpapar limbah industri, limbah rumah tangga, hingga mikroplastik, kerang akan menyimpannya di tubuh.
Di banyak wilayah Indonesia, kerang hijau sudah lama menjadi bahan pangan favorit. Rasanya gurih, mudah diolah, dan harganya terjangkau. Warga pesisir Cilincing pun menjadikan usaha kerang sebagai tumpuan ekonomi keluarga. Akan tetapi, ketika tingkat pencemaran di laut Jakarta meningkat, kerang yang dulunya aman kini menjadi potensi sumber penyakit.
Tumpukan Cangkang di Pesisir: Simbol Ekonomi Sekaligus Peringatan
Di sepanjang garis pantai Cilincing, gunungan cangkang menjadi pemandangan kontras. Dari jauh tampak seperti pulau baru yang tumbuh di tepi laut. Sisa-sisa dari proses pengupasan kerang ini menandakan betapa besar aktivitas ekonomi yang bergantung pada kerang hijau.
Warga seperti Suparni, yang lahir dan besar di sana, sudah mengenal kerang sejak kecil. Ia menceritakan bahwa pekerjaan mengupas kerang merupakan pekerjaan turun-temurun. Banyak keluarganya bekerja di bidang yang sama. Kerang memberikan harapan, tetapi juga menyimpan tantangan yang semakin besar seiring memburuknya kondisi laut.
Laut Berubah, Kerang Ikut Berbahaya
Jakarta Utara merupakan wilayah yang menghadapi tekanan lingkungan paling berat. Air laut di sekitarnya terpapar:
- limbah industri yang mengandung logam berat
- tumpahan bahan kimia dari pelabuhan
- limbah rumah tangga yang mengalir lewat sungai
- mikroplastik dari sampah konsumsi masyarakat
- euforia eutrofikasi yang mengundang pertumbuhan alga berlebih
Semua itu mengalir ke laut dan menjadi bagian dari ekosistem tempat kerang hidup. Karena kerang menyaring air terus-menerus, zat berbahaya pun ikut masuk ke tubuh kerang dan terakumulasi dalam dagingnya.
Saat kerang tersebut dikonsumsi, logam berat seperti timbal, merkuri, atau kadmium dapat berpindah ke tubuh manusia. Risiko jangka panjangnya sangat serius:
- gangguan saraf dan otak
- penyakit ginjal dan hati
- menurunkan imunitas tubuh
- potensi kanker akibat paparan toksin tinggi
Bukan hanya konsumen yang terancam. Para pengupas kerang yang bersentuhan langsung setiap hari juga menghadapi bahaya kesehatan.
Kesenjangan antara Kebutuhan Ekonomi dan Keselamatan
Walaupun potensi risiko sudah banyak diberitakan, sangat sulit bagi warga pesisir untuk berhenti bekerja dengan kerang. Aktivitas ini telah membesarkan banyak keluarga. Tidak semua memiliki pilihan pekerjaan lain yang memberikan pemasukan tetap.
Beberapa fakta menunjukkan dilema tersebut:
- kerang menjadi sumber ekonomi tercepat dan termudah
- permintaan pasar tetap tinggi
- keterampilan warga sudah terbentuk dari generasi sebelumnya
- tidak banyak pelatihan alternatif pekerjaan diberikan
Dalam situasi seperti ini, kesehatan sering kali dikorbankan demi bertahan hidup. Bagi sebagian warga, risiko terasa jauh, sementara kebutuhan makan hari ini begitu nyata.
Upaya Pemerintah dan Ilmuwan: Masih Banyak yang Harus Dikerjakan
Pakar kelautan dan lingkungan sudah lama memperingatkan perlunya pengawasan sumber kerang hijau. Beberapa inisiatif seperti uji kualitas pangan, sosialisasi kesehatan, dan penataan lokasi usaha telah dilakukan di sejumlah daerah.
Namun, masalah di kota besar seperti Jakarta tidak bisa diselesaikan hanya dengan peringatan. Solusi harus menyentuh akar persoalan:
- penanganan limbah sungai dan industri
- regulasi ketat pada usaha di kawasan pesisir
- penataan lokasi perikanan agar tidak di area tercemar berat
- pemberdayaan ekonomi alternatif bagi masyarakat pesisir
- edukasi pangan aman bagi konsumen
Tanpa langkah menyeluruh, kerang hijau akan tetap menjadi sumber rezeki yang bercampur ancaman.
Melihat Masa Depan Kerang dan Masyarakat Pesisir
Kampung Kerang hanyalah satu contoh dari banyak komunitas pesisir di Indonesia yang menghadapi dilema sama: antara keberlangsungan ekonomi dan kesehatan keluarga. Lingkungan yang tercemar membuat pilihan hidup mereka semakin terbatas.
Diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak:
- pemerintah daerah dan pusat
- pelaku industri
- lingkungan ilmuwan
- komunitas warga
- konsumen
Hanya dengan langkah bersama, laut bisa kembali bersih dan kerang hijau kembali aman sebagai sumber pangan.
Penutup: Makan Kerang Perlu Kesadaran, Laut Perlu Penyelamatan
Kerang hijau selama ini menjadi bagian penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial warga pesisir Cilincing. Namun kondisi laut yang tercemar menjadikan makanan favorit ini sarat risiko kesehatan.
Menikmati kerang tidak harus dihentikan, tetapi kesadaran mengenai asal-usul dan kualitasnya harus ditingkatkan. Di sisi lain, pemulihan laut harus menjadi prioritas. Jika laut kembali sehat, kerang hijau akan menjadi sumber kebahagiaan, bukan ancaman.
Akhirnya, keselamatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan tidak bisa dipisahkan. Saat laut pulih, semua kehidupan yang bergantung padanya akan ikut pulih.

Cek Juga Artikel Dari Platform faktagosip.web.id
